Kecurigaan Publik Kian Memuncak Usai DPR Tunda Pengesahan RUU Pilkada

Krimsus.dailypost.id, JAKARTA – Keputusan DPR RI untuk menunda pengesahan revisi Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ternyata tidak membuat publik merasa lega. Sebaliknya, publik justru semakin curiga terhadap langkah yang akan diambil oleh DPR RI. Hal ini mengingat pembahasan RUU Pilkada yang dilakukan sehari setelah dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah memicu kemarahan publik.

Adapun dua putusan tersebut adalah Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang melonggarkan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu, dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai batas usia calon kepala daerah.

Penundaan pengesahan RUU ini terjadi setelah DPR membatalkan rapat paripurna yang awalnya dijadwalkan untuk mengesahkan revisi Undang-Undang Pilkada pada Kamis (22/8/2024).

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa rapat tidak dapat dilaksanakan karena tidak memenuhi kuorum.

“Sesuai dengan tata tertib DPR, rapat paripurna harus memenuhi aturan kuorum. Setelah diskors selama 20 menit, jumlah peserta rapat masih belum memenuhi kuorum,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis. “Oleh karena itu, rapat tidak bisa dilanjutkan,” tambahnya.

Ia menjelaskan bahwa karena kuorum tidak terpenuhi, pengesahan revisi UU Pilkada pun batal dilaksanakan. “Dengan demikian, pelaksanaan revisi UU Pilkada otomatis tidak bisa disahkan,” ujar politikus Partai Gerindra tersebut.

 

**Publik Curiga**

Sementara itu, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mencurigai bahwa DPR hanya mengulur waktu dengan menunda rapat paripurna RUU Pilkada yang seharusnya digelar hari ini.

Menurut Lucius, langkah tersebut diambil DPR karena menyadari adanya gelombang unjuk rasa yang menolak RUU Pilkada yang dianggap bertentangan dengan putusan MK.

“Saya kira keputusan DPR menunda rapat paripurna pengesahan revisi UU Pilkada pagi ini mungkin saja merupakan bagian dari strategi mereka,” ujar Lucius kepada media. “Karena melihat reaksi publik yang mulai ramai berdemonstrasi mendukung putusan MK, DPR terpaksa mencari cara agar tidak semakin memicu gerakan penolakan yang lebih besar dari publik,” lanjutnya.

Menurut Lucius, strategi yang paling mungkin dilakukan oleh DPR saat ini adalah melihat sejauh mana aksi massa menolak rencana pengesahan revisi UU Pilkada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hayo.....!!!! Mau nyolong ya....?

Ooooh, Tidak bisaaa.....