Indramayu, Krimsus.dailypost.id – Tata kelola keuangan Desa Tambi, Kecamatan [Kecamatan Sliyeg], kembali menjadi sorotan publik. Dugaan penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2023–2024 mengemuka setelah ditemukan dana sebesar Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) yang berasal dari hasil pergantian juru kunci Buyut Tambi, namun tidak tercatat dalam APBDes.
Hingga saat ini, belum ada kejelasan apakah dana tersebut sudah dikembalikan ke rekening kas desa. Kuwu Desa Tambi, ketika dikonfirmasi, hanya memberikan jawaban singkat, “Semuanya diserahkan ke Tipikor dan Inspektorat.” Sikap ini memunculkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban, terutama terkait komitmen pemerintah desa dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran.
Mekanisme Pergantian Juru Kunci Dipertanyakan
Pergantian juru kunci Buyut Tambi seharusnya mengacu pada Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, dan pemberhentian. Namun, hingga kini belum ada kejelasan mengenai nomor Perdes yang digunakan sebagai dasar hukum dalam proses tersebut. Jika tidak ada regulasi yang jelas, maka muncul dugaan bahwa pergantian dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang sah.
Pembangunan Infrastruktur Sarat Masalah
Selain temuan dana yang tidak tercatat dalam APBDes, pembangunan infrastruktur desa juga menuai kritik. Beberapa persoalan yang mengemuka antara lain:
1. Dugaan Pungutan Liar – Pada proyek pembangunan jalan rabat beton di Blok Penu RT.015 RW.004, muncul laporan adanya pungutan liar yang dilakukan oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK). Sampai saat ini, belum jelas apakah dana yang dikumpulkan sudah dikembalikan sesuai nominal atau tidak.
2. Tumpang Tindih Anggaran – Proyek rabat beton yang didanai dari APBDes tahun 2023, pada tahun 2024 kembali dibiayai melalui dana aspirasi. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah praktik ini dibenarkan secara hukum?
3. Pembangunan Saung Tani – Publik juga mempertanyakan apakah proyek ini telah sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang disusun di awal. Jika terjadi ketidaksesuaian, maka ada potensi penyimpangan dalam penggunaannya.
4. Serapan Tenaga Kerja – Pembangunan infrastruktur desa idealnya memprioritaskan tenaga kerja dari rumah tangga miskin untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, belum ada transparansi terkait mekanisme perekrutan pekerja dalam proyek-proyek tersebut.
Minimnya Transparansi, Kepercayaan Publik Terancam
Ketidakjelasan dalam pengelolaan dana desa serta minimnya transparansi dalam menjawab pertanyaan publik semakin menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Pernyataan Kuwu yang menyerahkan seluruh persoalan ke Tipikor dan Inspektorat seolah menunjukkan sikap lepas tangan tanpa memberikan penjelasan rinci kepada masyarakat.
Jika dugaan ini tidak segera ditindaklanjuti dengan langkah konkret, bukan tidak mungkin kasus ini akan berkembang menjadi persoalan hukum yang lebih serius. Warga Desa Tambi berhak mendapatkan jawaban yang jelas, bukan sekadar janji atau pengalihan tanggung jawab. Transparansi bukan hanya sekadar wacana, melainkan kewajiban dalam tata kelola pemerintahan desa yang bersih dan akuntabel.