Indramayu, Krimsus.dailypost.id – Masyarakat Desa Tambi mempertanyakan transparansi pengelolaan Pendapatan Asli Desa (PAD) yang bersumber dari lelang dan atau pergantian juru kunci Buyut Tambi, yang mencapai Rp 300 juta. Dana tersebut, yang seharusnya masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), hingga kini belum memiliki laporan pertanggungjawaban yang jelas, memicu keresahan di kalangan warga.
Menurut warga, PAD yang berasal dari hasil pengelolaan situs Buyut Tambi merupakan sumber pendapatan desa yang cukup signifikan. Oleh karena itu, masyarakat menuntut agar dana tersebut dikelola secara terbuka sesuai dengan prinsip akuntabilitas keuangan desa. Namun, hingga kini, belum ada kejelasan mengenai alokasi dan penggunaannya.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 72 Ayat (1) huruf b, dinyatakan bahwa Pendapatan Asli Desa mencakup hasil usaha, aset desa, swadaya, partisipasi, gotong royong, dan pendapatan lainnya yang sah. Pemerintah desa wajib mengelola pendapatan ini secara transparan dan menyusunnya dalam APBDes, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Sejumlah tokoh masyarakat menegaskan bahwa jika dana PAD ini tidak tercatat dalam laporan APBDes dan tidak memiliki pertanggungjawaban yang jelas, maka hal ini berpotensi menjadi bentuk pelanggaran administrasi atau bahkan tindak pidana korupsi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Pasal 2 dan 3, disebutkan bahwa setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri atau pihak lain dapat dikenakan sanksi pidana.
Masyarakat juga mempertanyakan peran Inspektorat Kabupaten Indramayu dan Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam mengawasi pengelolaan dana desa ini. Sebagai lembaga pengawas internal, Inspektorat memiliki kewajiban untuk melakukan audit terhadap keuangan desa guna memastikan tidak ada penyimpangan.
“Kami meminta Inspektorat segera turun tangan untuk mengaudit dana PAD ini. Jika ada indikasi penyalahgunaan, maka Unit Tipikor harus segera bertindak untuk menegakkan hukum,” ujar salah satu warga Tambi.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah desa maupun Inspektorat terkait polemik ini. Jika dalam waktu dekat tidak ada langkah konkret, masyarakat berencana untuk membawa permasalahan ini ke tingkat yang lebih tinggi guna memastikan dana PAD benar-benar digunakan untuk kepentingan desa.