Indramayu, Krimsus.dailypost.id — Proyek rehabilitasi ruang kelas SDN 3 Lohbener, yang dikelola oleh CV. Permana Kusuma dengan dana dari APBD 2024 senilai Rp 359.958.000, menuai perhatian serius terkait penerapan prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) serta keabsahan sertifikasi keterampilan (SKT) dan sertifikasi kompetensi kerja (SKK) yang dimiliki para pekerja. Proyek ini berada di bawah pengawasan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu, dengan durasi pelaksanaan dan pemeliharaan masing-masing 90 hari kalender. Namun, laporan di lapangan menunjukkan adanya ketidakpatuhan pada standar keselamatan dan kualitas kerja.
Menurut pantauan, para pekerja di lapangan sering terlihat tanpa Alat Pelindung Diri (APD) yang seharusnya wajib digunakan dalam proyek konstruksi. Tanggapan pelaksana lapangan, BI, menekankan bahwa pihaknya telah menyediakan APD dan kerap mengingatkan para pekerja untuk menggunakannya. “Kami sudah memfasilitasi APD dan berulang kali mengingatkan pekerja untuk memakainya. Namun, mereka sering mengabaikannya,” ujar BI. Meski demikian, kondisi di lapangan memperlihatkan praktik yang jauh dari protokol keselamatan, menimbulkan kekhawatiran tentang keselamatan kerja yang tidak terjamin.
Tidak hanya penggunaan APD yang dipertanyakan, validitas SKT dan SKK yang dimiliki para pekerja pun turut menjadi sorotan. Sertifikasi kompetensi seperti SKK K3 Konstruksi dan SKT untuk Pelaksana Bangunan Gedung diduga tidak sesuai dengan persyaratan yang seharusnya. Jika APD saja diabaikan, maka pertanyaan pun mengarah pada keabsahan sertifikat yang seharusnya membuktikan bahwa pekerja memiliki kompetensi di bidang keselamatan dan bangunan. Ketiadaan sertifikasi yang sesuai akan berdampak serius pada kualitas proyek, serta meningkatkan risiko kecelakaan kerja dan kualitas hasil akhir yang jauh dari standar.
Selain masalah K3, kualitas material yang digunakan dalam proyek ini juga menjadi perhatian. Berdasarkan dugaan di lapangan, beberapa bahan baku seperti batu bata diduga merupakan barang bekas yang tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Meskipun pelaksana lapangan mengklaim bahwa seluruh material telah memenuhi spesifikasi RAB, fakta di lapangan menunjukkan bahwa material yang digunakan tidak memadai dan berpotensi merusak kualitas bangunan dalam jangka panjang.
Penggunaan bahan berkualitas rendah dan potensi penggelembungan harga (price inflation) pada beberapa komponen proyek menambah daftar panjang permasalahan dalam rehabilitasi ini. Penggunaan bahan yang tidak sesuai standar serta harga yang tidak transparan akan menurunkan kualitas infrastruktur pendidikan, yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah dalam menunjang mutu pendidikan di Kabupaten Indramayu.
Permasalahan dalam proyek SDN 3 Lohbener ini menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap pelaksanaan proyek pemerintah, terutama yang menyangkut dana publik. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu perlu segera menyelidiki kepatuhan pelaksana terhadap K3, keabsahan sertifikat kompetensi pekerja, serta kualitas bahan yang digunakan. Hal ini tidak hanya untuk menjaga integritas proyek, tetapi juga demi memastikan keselamatan pekerja serta kualitas fasilitas pendidikan yang layak bagi masyarakat.